0 Comment
197 Apotek jadi korban peredaran obat palsu asal Semarang. (Foto: thinkstock) 197 Apotek jadi korban peredaran obat palsu asal Semarang. (Foto: thinkstock)

Jakarta - Kasus obat palsu yang melibatkan 197 apotek di Jabodetabek mengundang keprihatinan banyak pihak. Salah satunya hebat aturan yang menyampaikan solusi dalam penegakan aturan.

Pakar hukum, kebijakan publik, dan komunikasi, Widyaretna Buenastuti, menyarankan perbedaan sudut pandang dalam menyidangkan masalah obat palsu. Kasus dipandang sebagai perampasan hak dasar dalam bidang kesehatan.

"Kesehatan ialah hak dasar yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Kesehatan. Setiap orang yang beli obat ingin sehat, tapi harapannya tidak terwujud gara-gara obat palsu. Dengan memandang obat palsu ialah perampasan hak dasar, maka hukumannya sanggup maksimal," kata Widya yang juga menjadi Director and Senior Consultant Inke Maris and Associates (IM & A).



Aturan yang dikenakan pada pelaku sanggup pasal 196 dan 197 Undang-Undang (UU) Kesehatan. Pasal 196 memberi hukuman 10 tahun dan denda Rp 1 miliar pada pihak yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tidak sesuai aturan. Produk ini tidak memenuhi syarat keamanan, khasiat atau manfaat, dan mutu.

Pada pasal 197, bahaya hukuman penjara meningkat menjadi 15 tahun. Sementara denda yang ditanggung pelaku menjadi 15 tahun. Pasal ini dikenakan pada pelaku yang memproduki atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan tanpa izin edar.



Sementara hebat aturan Dr Henry Soelistyo Budi, SH, LLM menyarankan penataam kembali contoh distribusi obat. Pengawasan ketat tidak hanya ditujukan pada obat keras, tapi juga yang dijual bebas atau over the counter (OTC). Obat jangan hingga dijual di kawasan yang tidak mempunyai cukup sumber daya dan pengetahuan soal produk tersebut.

"Penataan sanggup dimulai dari toko-toko kecil di jalan yang menyediakan obat. Melihat pengalaman kemarin, yang apotek saja kebobolan bagaimana dengan kios yang tidak tahu barang itu, sanggup dari mana, atau yang memproduksi. Setelah toko, gres lalu apotek," kata Henry.

Menurut Henry, penataan kembali distribusi obat memang tidak mudah. Namum kecolongan obat palsu di apotek mengambarkan ada yang perlu diperbaiki dalam contoh distribusi. Henry mengatakan, arah penertiban distribusi obat bahwasanya telah menuju arah yang lebih baik. Tanpa ada penertiban, peristiwa akhir obat palsu akan terus terjadi.



Simak Video "Hati-hati! Obat Penyakit Diabetes Paling Banyak yang Dipalsukan"
[Gambas:Video 20detik]

Post a Comment

 
Top