0 Comment
Rapat di Komisi VII dewan perwakilan rakyat RI/Foto: Danang Sugianto/detikcomRapat di Komisi VII dewan perwakilan rakyat RI/Foto: Danang Sugianto/detikcom

Jakarta - Komisi VII dewan perwakilan rakyat RI hari ini menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mitranya, adalah Kementerian ESDM. Kali ini rapat tersebut membahas terkait limbah dari perusahaan-perusahaan migas dan tambang.

Rapat diawali dengan klarifikasi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Dia menjabarkan terkait dasar-dasar aturan yang mengikat perihal keharusan perusahaan tambang melaksanakan pelestarian lingkungan.

"Untuk khusus tambang kami punya aturan khusus menunjukkan jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang," ungkapnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/1/2019).

Sebelum mendapat izin untuk beroperasi, kata Bambang, perusahaan tambang harus menyerahkan uang jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang. Uang itu akan dikembalikan sehabis perusahaan final beroperasi dan tergantung dari hasil pengelolaan limbahnya.


Bambang menjelaskan pada 2018 uang jaminan reklamasi yang terkumpul di pemerintah sebanyak Rp 1,2 triliun sementara uang jaminan pasca tambang Rp 3,5 triliun. Uang itu disimpan oleh pemerintah di salah satu bank BUMN.

Rapat mulai memanas ketika, Pimpinan Rapat Komisi VII dewan perwakilan rakyat RI M Nasir menanyakan apakah ada perusahaan tambang yang belum membayar uang jaminan pasca tambang dan jaminan reklamasi itu.

Bambang menjawab, pengelola tambang yang tidak membayar hanya penambang ilegal dan tambang rakyat. Namun ada pula yang juga belum membayar uang jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang yang sudah mempunyai izin perjuangan pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Bambang menegaskan bahwa pemerintah sentra hanya sanggup menunjukkan rekomendasi biar Gubernur di tempat menekan perusahaan tambang di tempat membayar jaminan-jaminan itu.

"Kami hanya sanggup merekomendasikan mereka biar menahan izinnya atau apa. Karena itu IUP di mereka," terangnya.

Nasir pun meminta beliau menjelaskan, mengapa perusahaan tambang itu sanggup beroperasi namun belum menyetor uang jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang. Namun Nasir memandang Bambang tak sanggup menjawab pertanyaan itu.

"Bukan menyerupai itu Pak, apa dalihnya kok sanggup keluar izinnya? Kan dari pemerintah sentra sanggup lihat checklist-nya. Saya tidak ngerti ini kok sanggup jalan? Saya sudah cek di semua tambang inspekturnya di tambang menyerupai orang enggak pernah makan saja, kelaparan dia," tegasnya.

Penjelasan dilanjutkan oleh Sekretaris Ditjen Migas Kementerian ESDM Iwan Prasetya. Namun gres sebentar menjelaskan, Nasir kembali menyela.

"Bapak ngerti nggak soal lokasinya? bapak pernah ke lapangan?," tanya Nasir.

"Jujur saya tidak pernah ke lapangan," jawab Iwan.


"Oh jadi cuma duduk-duduk di belakang meja ya. Tunggu laporan, dibacakan lezat dong, semua juga bisa," sindirnya.

Iwan pun menyerahkan klarifikasi itu kepada Direktur Teknik dan Lingkungan Migas. Namun lagi-lagi beliau juga mengaku belum pernah meninjau pribadi ke lapangan sebab gres tiga bulan menjabat.

Nasir pun geram dengan tanggapan itu. Lantaran menurutnya untuk urusan limbah memang harus turun pribadi ke lapangan. Akhirnya keluarlah kata 'brengsek' dari mulutnya.

"Jadi berarti belum ke lapangan? Tolong turun ke lapangan-lapangan biar tahu. Brengsek ini tidak jelas," ujarnya.

Post a Comment

 
Top