Jakarta - Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Fuad Bawazier mengatakan, bertambahnya utang pemerintahan Presiden Joko Widodo sebab menajemen pengelolaan uang hasil utang dinilai tidak sempurna sasaran. Hal ini, kata dia, menjadi salah satu indikator utang kian meningkat di rezim ini.
"Utang ini tidak terang ini untuk apa. Berapa bayar bunga, untuk subsidi berapa untuk macam-macam tidak terperinci," kata Fuad dalam diskusi Rabu Biru 'Kemelut Hutang di Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi' di media center pasangan Prabowo-Sandi, Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Dengan begitu, peningkatan nilai utang tidak kuat kepada peningkatan perekonomian nasional. Menurut dia, kalau pemakaian uang dari hasil utang sempurna sasaran, maka akan kuat pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Tim jago ekonomi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi ini memandang, pengelolaan uang dari hasil utang pemerintahan ketika ini berbeda jauh dengan pemerintahan sebelumnya. Pada pemerintahan sebelum Jokowi, kata dia, uang dari hasil utang dikelola secara terperinci. Sehingga, peningkatan utang tak naik sebesar ketika ini.
"Sekarang utangnya penggunaan tidak jelas. Tidak efektif. Karena tidak semua untuk projek tapi sebagian itu ialah untuk pengeluaran yang sifatnya rutin atau tidak layak didanai dari pinjaman. Makanya perlu dilakukan reformasi APBN," terang dia.
Fuad meyakini, reformasi APBN perlu dilakukan semoga dapat mengatasi defisit neraca perdagangan.
"Kalau itu direformasi itu tidak akan defisit APBN. Kan sama saja tidak ada utang baru," ujar dia.
Nilai utang Pemerintah Indonesia per Desember 2018 mencapai Rp 4.418 triliun dari sebelumnya senilai Rp 3.995 triliun, atau naik 10,5% sepanjang tahun.
Post a Comment