0 Comment
Ilustrasi Lahan Bekas Limbah Tambang/Foto: Ardhi SuryadhiIlustrasi Lahan Bekas Limbah Tambang/Foto: Ardhi Suryadhi

Bandung - Dampak lingkungan dari perjuangan pertambangan kerap memicu sentimen negatif di tengah-tengah masyarakat. Namun para pengusaha mengaku telah berupaya melaksanakan pemulihan melalui reklamasi.

"Kehidupan tambang selama ini kita harapkan persepsi tidak baik sanggup menjadi lebih baik. Memang (kegiatan tambang) ada impact-nya, tapi bagaimana kita melaksanakan reklamasi terhadap tambang ini," ucap Riza Pratama Badan Pengurus Keragaman Industri bidang Komunikasi Indonesia Mining Association (IMA) ketika program 'Mining for Life' yang berlangsung di Museum Geologi, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Sabtu (19/1/2019).


Anita Avianty, Ketua Komite Public Relation IMA menyampaikan reklamasi perlu dilakukan pasca acara pertambangan. Selama ini, kata dia, perjuangan reklamasi telah dilakukan oleh para perusahaan tambang.

Anita menyampaikan proses pemulihan ini dilakukan dengan cara mengembalikan kondisi menyerupai semula terhadap lahan yang dipakai untuk pertambangan.

"Reklamasi bukan dilakukan setelah, akan tetapi paralel. Tanaman yang ditanam sebelumnya dikembalikan. Makara harus memastikan tumbuhan dan fauna yang sama. Dibuat pohon yang sama," kata dia.

Deputi Direktur Eksekutif IMA, Djoko Widjatno Soewanto menambahkan reklamasi oleh perusahaan-perusahaan tambang telah dikerjakan. Bahkan pencapaiannya sudah hampir 100%.

"Di tambang-tambang yang diawasi dengan baik berjalan dengan baik. Sekarang pencapaiannya sudah 78% reklamasinya. Orang-orang tambang menyerupai saya dididik bahwa kita yang hidup dari sumber daya alam sudah berhutang kepada generasi mendatang. Sehingga kita wajib mencicil hutang kita. Orang tambang sanggup uang, iya, menjaga lingkungan juga iya. Sehingga terjadi kesinergian," tutur Djoko.


Djoko menyampaikan reklamasi lahan bekas tambang perlu dilakukan oleh perusahaan baik perusahaan kecil maupun yang besar. Tetapi, kata dia, hambatan yang timbul di lapangan yaitu lemahnya pengawasan.

"Karena tidak ada orang yang mengawasi. Makara jikalau kita lihat yang besar-besar diawasi kawasan dan pusat. Sedangkan yang kecil hanya daerah. Sehingga ada ketimpangan pengawasan alasannya ialah jumlah manusia, tapi kini sudah diatur. Saya yakin keberlanjutan pengaturan pengawasan ini sanggup menunjukkan perbaikan lingkungan kita," katanya.

Post a Comment

 
Top