0 Comment
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Eduardo SimorangkirMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Eduardo Simorangkir

Jakarta - Pengamat Ekonomi Fuad Bawazier memberi sejumlah catatan untuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati atas laporan kinerja dan realisasi APBN 2018. Dalam catatannya, Fuad juga menyoroti perihal belanja negara.

Khusus untuk belanja negara, Fuad mengungkapkan, Sri Mulyani perlu memberi penjelasan yang mendalam terkait pembayaran bunga utang pemerintah yang jerawat sampai 8,2% dari sasaran APBN.

"Realisasi pembayaran bunga utang Rp 258,1 triliun sedangkan anggarannya Rp 238,6 triliun atau kenaikan sebesar Rp 19,5 triliun (8,2%). Tentu perlu penjelasan alasannya yakni utang yakni issue yang sensitif," kata Fuad dalam catatannya menyerupai dikutip detikFinance, Sabtu (5/1/2018).


Kemudian Fuad juga meminta semoga anggaran subsidi energi, khususnya BBM dan Elpiji yang jebol sampai 207% dari yang dialokasikan APBN atau mencapai Rp 97 triliun tersebut dapat dihitung kembali.

"Apakah subsidi Rp 97 triliun itu sudah angka accrual (total beban 2018) atau gres menurut cash basis (jumlah subsidi yang benar benar sudah dibayarkan kepada Pertamina). Bila masih ada tunggakan subsidi BBM & LPG 2018 yang belum dibayarkan di atas Rp 97 triliun itu berarti total subsidinya melebihi angka Rp 97 triliun," paparnya.

Bila demikian, kata Fuad, maka kekurangannya seharusnya tetap diperhitungkan sebagai beban anggaran 2018. Itu artinya, defisit anggaran juga lebih besar dari yang dilaporkan.

"Praktik-praktik licik akuntansi APBN yang dikenal dengan istilah window dressing ini harus diungkapkan secara full disclosure baik oleh Menkeu maupun BPK kepada DPR," ungkap laki-laki yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan tersebut.


Fuad juga mengatakan, hal itu juga berlaku untuk subsidi listrik pada APBN yang dialokasikan sebesar Rp 47,7 triliun. Namun, kata Fuad, apakah realisasi subsidi listrik mencapai Rp 56,5 triliun telah benar-benar mencakup seluruh subsidi listrik 2018 baik yang sudah dibayarkan kepada PLN maupun yang belum dibayarkan (tunggakan) kepada PLN.

"Bila masih ada tunggakan subsidi listrik kepada PLN di atas angka Rp 56,5 triliun itu berarti menambah defisit anggaran (defisit APBN) 2018. Ini juga perlu diklarifikasi mengingat sering terjadi inkonsistensi dalam pelaporan APBN," jelasnya.

Yang terakhir, tambah Fuad, soal jumlah utang utang BUMN yang dijamin negara. Menurutnya, pemerintah perlu melaporkan secara rinci besarnya contingent liability ini sebagai catatan kaki. Catatan ini, kata Fuad, penting lantaran kalau BUMN gagal memenuhi kewajibannya, maka beban itu akan beralih ke negara.

"Pemerintah juga tidak dapat berdalih bahwa jaminan itu demi pembangunan infrastruktur alasannya yakni infrastruktur itu seharusnya yakni public goods yang dibangun oleh negara dan dipakai oleh publik secara cuma cuma (gratis) menyerupai jalan umum, jembatan, irigasi, bandara dan lain-lain. Tetapi kalau diubah menjadi private goods/commercial goods menyerupai jalan-jalan tol yang mahal, itu yakni bisnis biasa," tuturnya.

Post a Comment

 
Top