0 Comment
Foto: Elvan Dani SutrisnoFoto: Elvan Dani Sutrisno

Jakarta - Pertumbuhan industri pelayaran nasional dinilai belum terlalu cemerlang di 2019, lantaran masih dihadapkan pada sejumlah tantangan.

Pelayaran nasional masih dihadapkan sejumlah tantangan, terutama dalam kebijakan moneter yang masih di atas 12 persen, sedangkan margin profit pelayaran nasional masih satu digit.

Di sisi fiskal, pelayaran nasional juga masih dibebani sejumlah pajak yang antara lain ibarat Pajak PPN atas pembelian BBM pelayaran dalam negeri.

Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) mengatakan, intinya pelayaran nasional hanya membutuhkan equal treatment atau perlakuan setara ibarat negara lain memberlakukan kebijakan kepada industri pelayaran mereka.


Jika kebijakan sudah mengarah pada perlakuan setara ini, ia optimistis pelayaran akan kian berdaya saing dan bisa mencatatkan kinerja positif, yang pada kesudahannya menunjukkan bantuan lebih besar bagi ekonomi nasional.

"Pelayaran ini motor bagi industri lainnya, ibarat galangan, industri komponen kapal, asuransi dan pendidikan SDM. Jika pelayaran tumbuh, maka industri terkait lainnya akan ikut tumbuh," kata Carmelita, Senin (7/1/2018).

Tantangan lainnya terkait efisiensi biaya kepelabuhanan dalam menekan biaya logistik, dan juga pendataan jumlah, ukuran dan jenis kapal yang dilakukan secara terencana oleh pemerintah.

Witono Soeprapto, Wakil Ketua I DPP INSA menyampaikan pada tahun ini pelayaran nasional secara umum tumbuh tipis. Khusus angkutan general cargo masih dihadapkan pada pertumbuhan yang kurang meyakinkan.

Sektor general cargo diprediksi akan semakin terpuruk mengingat akomodasi kepelabuhanan selalu memprioritaskan kapal kontainer, sehingga menghadapi tantangan potensi terjadinya kongesti. Sedangkan komoditas untuk general cargo sudah banyak berkurang, dan lebih banyak muatan-muatan curah materi baku.

"Dari dulu, tantangan sektor ini terkait kekhawatiran terjadinya kongesti pelabuhan lantaran pelabuhan memprioritaskan kontainer. Lain itu, muatan kapal ini juga terus berkurang," kata Witono.

Adapun sektor kontainer domestik akan sangat dipengaruhi pada kinerja ekonomi Indonesia. Dari kuartal I sampai III 2018, ekonomi nasional tumbuh berkisar 5 persenan. Pada RAPBN 2019, ekonomi nasional juga dipatok tumbuh 5,3 persen. Dengan melihat itu, sektor kontainer diprediksi mencatatkan pertumbuhan yang tidak jauh berbeda.


Baik sektor kontainer dan general cargo juga mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi, seiring dengan supply dan demand muatan pada momen-momen tertentu. Di hari-hari besar keagamaan dan final tahun jumlah muatan akan ikut naik.

Meski angkutan ekspor impor masih didominasi pelayaran asing, sektor kontainer pelayaran nasional optimistis akan mencatatkan kinerja lebih baik pada tahun depan. Namun peningkatan jumlah muatan tidak terjadi pada kegiatan impor, kecuali untuk komoditas materi baku.

"Salah satu tantangan pelayaran kontainer dikala ini terkait pemberlakuan safety container serfitikat, yang seharusnya merujuk pada best common international practice. Dan sampai kini, sektor kontainer juga tengah mempersiapkan diri dalam periode digital."

Catatan sektor offshore di 2018 hanya mengalami pertumbuhan tipis, meski utilisasinya sudah 50 persen. Kondisi ini disebabkan oil company masih melaksanakan efisiensi di tengah tantangan fluktuasi harga minyak dunia. Dalam RAPBN 2019, harga minyak dipatok berkisar USD 70/ barel dengan produksi minyak 750.000 bph.

Tantangan lain yang dihadapi sektor offshore terkait charter rate yang masih rendah, dan persaingan perjuangan yang ketat.

Nova Y Mugijanto, Bendahara Umum INSA yang juga pelaku perjuangan pelayaran offshore menyampaikan pertumbuhan sektor offshore diprediksi juga belum tumbuh signifikan di 2019.

Pertumbuhannya diprediksi masih berkisar 5-10 persen, lantaran PT Pertamina sebagai pemain utama masih dihadapkan sejumlah tantangan, yang salah satunya terkait kiprah Pertamina sebagai BUMN untuk menunjukkan BBM satu harga.

"Sektor offshore berharap, acara eksploitasi dan eksplorasi sanggup terus meningkat di tahun depan, yang secara paralel akan mengerek kinerja sektor offshore di tahun depan," kata Nova.


Lain itu, dibutuhkan planning tender perusahaan minyak juga memuat terkait kebutuhan armada baik dari jenis dan ukuran kapalnya.

Di sektor kapal tanker domestik masih mencatatkan kinerja konkret di 2018. Pada tahun 2018 terjadi lonjakan muatan FAME terkait kebijakan B20 yang cukup signifikan, sehingga menjadikan perubahan arus muatan dan terjadi kelangkaan sementara untuk tipe kapal ukuran 2.000-5.000 DWT. Hal ini disamping ketersediaan kapal tanker yang terbatas juga disebabkan oleh contoh operasi distribusi FAME yang masih belum optimal, sehingga penggunaan ruang muat kapal tidak efisien serta waktu menunggu bongkar yang relatif lama.

Nick Djatnika, Ketua Bidang Cair DPP INSA menyampaikan pertumbuhan kapal berbendera Indonesia di 2018 capai 152 unit atau naik 1,68 persen ketimbang tahun sebelumnya. "Dari jumlah itu, 19 unit merupakan kapal tanker. Pertumbuhan kapal tanker sendiri pada 2018 mencapai 3.42%," kata Nick.

Secara lebih rinci, jumlah armada kapal tanker kecil (ukuran 10.000 DWT) pada tahun 2018 bertambah sebanyak 7 unit sedangkan untuk kapal tanker besar bertambah sebanyak 12 unit.

Pelaku perjuangan tanker nasional tetap mengkhawatirkan terjadinya gejolak pasar domestik, sebagai dampak dari dampak kondisi sektor pelayaran tanker global yang mencatatkan kinerja negatif tahun ini. Pendapatan untuk sector VLCC menyusut 61%, Suezmax 42%, Aframax 23%, Medium Range 29%.

"Hal ini sedikit banyak besar lengan berkuasa terhadap kondisi pasaran domestik lantaran untuk kapal-kapal ukuran tersebut, pasarnya saling berpengaruh," kata Nick.

Di tahun 2019 inj, sektor tanker nasional diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan armada ukuran kecil yang akan menetralisir kelangkaan kapal tanker, terkait perubahan arus muatan dan lonjakan muatan sebagai dampak pemberlakuan kebijakan B20.

Adapun sektor kapal tanker ukuran lebih besar, ada dua hal yang akan besar lengan berkuasa pada kebijakan pengadaan kapal, yakni pemberlakuan kewajiban kapal tanker berbendera Indonesia untuk mengangkut ekspor CPO dan kebijakan batasan welirang pada tahun 2020.


Di sektor tongkang dan bulk untuk angkutan kerikil bara optimistis akan mencatat pertumbuhan positif. Pada tahun 2018, sasaran volume produksi kerikil bara sebesar 485 juta ton, utilisasi bulk dan tongkang mencapai 100%. Dengan kenaikan volume produksi kerikil bara pada 2019 naik 28,3%, maka utilisasi serapan bulk dan tongkang akan menjadi equal atau berada pada level yang menggairahkan bagi pelaku industri bulk dan tongkang. Apalagi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan tetap tumbuh di kisaran 5%-5,3%.

Ali Samad, Ketua Bidang Tug and Barge DPP INSA menyampaikan peningkatan utilisasi bulk dan tongkang belum termasuk material galian C yang tetap tinggi di tahun 2019, sehubungan dengan acara pemerintah yang akan menggenjot penyelesaian pembangunan infrastruktur dalam mendukung kelancaran arus barang dan disparitas harga antar wilayah di semua tempat Indonesia.

Post a Comment

 
Top