0 Comment
Suasana di co-living startup Roam di Bali. Foto: Dok. CNBCSuasana di co-living startup Roam di Bali. Foto: Dok. CNBC

Jakarta - Co-Working Space atau ruang kerja bersama sekarang sedang ramai di Indonesia. Banyak perusahaan rintisan dan pekerja lepas yang memakai co-working space sebagai daerah bekerja.

Tapi tahu nggak, sesudah ruang kerja bersama ini akan muncul daerah tinggal bersama atau Co-Living. Mengutip CNBC ada seorang berjulukan Matt Alcock yang sedang berwisata di Bali. Namun tak sekadar wisata, ia juga mengerjakan desain kartu nama untuk sebuah kafe di Vietnam.

Sebenarnya Alcock yaitu seorang pengembara atau orang yang sangat menyukai wisata dan ketika ini sedang cuti selama setahun. Dalam setiap perjalanannya, Alcock selalu tinggal dengan komunitas-komunitas yang mempunyai aktivitas yang sama dengannya. Alcock menjelaskan ia memang bekerja sebagai desainer produk yang desainnya dapat dikerjakan dari jarak jauh.

Survei Gallup menawarkan jikalau 24% orang menghabiskan 80% jam kerja mereka dari jauh alias secara remote pada 2012. Kemudian jumlahnya meningkat menjadi 31% pada 2016.

Angka ini menjadi potensi untuk meningkatkan penyewaan ruang kerja atau ruang tinggal bersama. Namun diharapkan investasi yang besar untuk menarik banyak pelanggan di segmen ini.

Misalnya Titan WeWork sebuah ruang kerja bersama yang terletak di London, membuka ruang tinggal bersama di Amerika Serikat (AS) dan diberi nama WeLive. Mereka menyediakan ruang tinggal di New York City dengan tipe studio sampai ruangan dengan empat kamar tidur. Harga yang ditawarkan biasanya lebih murah dibandingkan dengan bangunan serupa di wilayah itu.

Kemudian di Asia, ada Titan Capital Realand yang meluncurkan ruang tinggal bersama di China, Singapura, Thailand sampai Filipina. Tempat tinggal ini dinamakan Lyf Property yang akan dibuka dalam waktu dekat.

Sebuah penyedia CoLiving Roam menyebut demografi yang ada di banyak sekali negara tidaklah penting. Yang penting yaitu komunitas dapat berkumpul dan membagi pengalaman.

"Kami tidak mempunyai batasan usia, di Roam kami berpikir komunitas yaitu adonan yang sempurna untuk berkumpul untuk menyebarkan pengalaman," ungkapnya dikutip dari CNBC, Rabu (9/1/2019).


Dia menyebut semua orang dari banyak sekali usia dapat tinggal di Roam, contohnya menyerupai pebalap kendaraan beroda empat berusia 32 tahun sampai traveller berusia 72 tahun dapat tinggal di Co-Living.

Seorang konsultan keamanan dunia maya asal AS, Aaron Bryson, yang ketika ini tinggal di Roam wilayah Bali menyebut tinggal bersama sekarang lebih terkenal dibandingkan bekerja bersama.

Menurut dia, sesudah Airbnb, hotel dan hostel sekarang Co-Living berpotensi besar untuk berkembang. "Banyak yang dapat bekerja di luar. Tapi tinggal bersama berpotensi besar jikalau penyedia layanan menyediakan kemudahan koneksi internet yang baik," terang Bryson.

Dia menjelaskan selama ia melaksanakan perjalanan dan tinggal di banyak sekali jenis ruang kerja dan daerah tinggal bersama. Ia banyak mempelajari banyak hal, mulai dari teman kerja sampai apa yang ia butuhkan dari kantor konvensional namun untuk bekerja sendiri.

"Keterampilan itu niscaya akan diharapkan untuk sepuluh tahun ke depan," jelasnya.

Post a Comment

 
Top