0 Comment
Foto: Eduardo SimorangkirFoto: Eduardo Simorangkir

Jakarta - Pembangunan moda raya terpadu (MRT) Jakarta untuk fase I dan II dari Lebak Bulus sampai Kampung Bandan mengandalkan pendanaan dari JICA. Total pinjaman JICA untuk pembangunan MRT jalur Utara-Selatan (Lebak Bulus-Kampung Bandan) dengan total panjang lintasan 23,3 kilometer (km) mencapai ¥333,3 miliar atau sekitar Rp 42,6 triliun.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berharap ke depan, pembangunan MRT sanggup mengandalkan dana-dana dari swasta melalui denah kolaborasi pemerintah dan tubuh perjuangan (KPBU). Dia pun menaruh perhatian yang besar terhadap pengembangan daerah berorientasi transit di sepanjang koridor MRT Jakarta biar sanggup menutupi pembiayaan selain laba dari pendapatan tiket.

"Saya mendorong pengembangan MRT Jakarta melalui TOD dengan denah KPBU, alasannya yaitu kita juga ingin nanti ada efek ekonomi dari keberadaan MRT ini," katanya di Jakarta, Jumat (1/2/2019).


"Untuk denah KPBU dengan pengembalian investasi user pay, pendapatan komersial TOD digunakan sebagai embel-embel pengembalian investasi. Sementara denah KPBU dengan pengembalian investasi Availability Payment (AP), pendapatan tarif dan komersial dari TOD yang dikelola paying agent digunakan untuk membayar AP Badan Usaha," tambahnya.

Untuk tahap I Koridor Lebak Bulus-Bundaran HI, jumlah penumpang ditargetkan 412.000 per hari pada 2020, sementara untuk Tahap II Koridor Bundaran HI-Lebak Bulus ditargetkan 630.000 penumpang per hari pada 2037, didukung Traffic Demand Management (TDM) dan Transit Oriented Development (TOD).

Hal ini tentu menjadi indikator baik yang bisa digunakan oleh MRT Jakarta. Menurut benchmarking Hongkong, TOD didesain untuk 44% residensial, 18% perkantoran, 16% ritel (kuliner, fesyen, kriya, dan musik), 12% lain-lain, dan 10% hotel.

Sebagai informasi, untuk tahap I Koridor Lebak Bulus-Bundaran HI, akad yang telah diberikan JICA dalam bentuk tunjangan pembangunan MRT sebesar ¥ 50,01 miliar dan on-going sebesar ¥ 96,7 miliar, sehingga total pinjaman tahap I sebesar ¥ 146,7 miliar.

Untuk Tahap II Koridor Bundaran HI-Kampung Bandan, pinjaman yang on-going sebesar ¥48,4 miliar dan yang dalam proses planning pinjaman sebesar ¥138,1 miliar sehingga total pinjaman tahap II yaitu ¥186,59 miliar.

Pinjaman yang diteruspinjamkan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini telah dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan riil pembiayaan luar negeri, kemampuan membayar kembali, batas maksimal kumulatif utang, persyaratan dan risiko penerusan pinjaman, serta kesesuaian dengan kebijakan pemerintah.


Bangun MRT Jangan Mikir Untung

Bambang menyampaikan pembangunan moda raya terpadu atau MRT di kota-kota di Indonesia tak harus menunggu proyek tersebut layak secara finansial. Khususnya di perkotaan, moda transportasi yang mengangkut banyak penumpang menyerupai MRT harus segera dibangun.

"Sampai kapan pun proyek MRT di mana pun di dunia, jarang yang bisa profit. Harusnya, kita berpikir economic benefit. Mungkin uang secara riil tidak kelihatan, tapi keuntungannya sanggup dihitung dengan pendekatan ekonomi, bukan dengan pendekatan finansial," kata Bambang.

Menurutnya, jikalau pendekatan finansial selalu menjadi keputusan utama maka pembangunan infrastruktur di suatu kota akan sulit dilakukan. Hal ini terlihat dari MRT Jakarta yang sudah usang diinisiasi namun gres bisa terwujud sekarang.

"Kalau kita terlambat membangun infrastruktur akan ada wasting of resources, energy, dan money. Kita benar-benar telah menyia-nyiakan potensi ekonomi yang harusnya sudah berkembang semenjak 1990-an, kita diamkan sampai 2013. Yang menyedihkan masih ada diskusi klasik perihal financial benefit versus economic benefit," ujar dia.

"Kita juga harus memandang MRT Jakarta bukan hanya sekadar alat transportasi semata, tapi juga sarana untuk mendorong perekonomian," tambah Bambang.

Post a Comment

 
Top