0 Comment
Ilustrasi/Foto: Tim Infografis Zaki AlfarabiIlustrasi/Foto: Tim Infografis Zaki Alfarabi

Jakarta - Layanan financial technology (fintech) kredit online abal-abal dikala ini merugikan masyarakat dan perusahaan fintech legal. Ada sejumlah korban fintech abal-abal yang mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta alasannya yaitu terjerat kredit online.

Namun Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkapkan hingga dikala ini LBH Jakarta belum menunjukkan data terkait pelanggaran yang dilakukan oleh fintech abal-abal tersebut.

Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menyampaikan alasannya yaitu hal tersebut, pengaduan yang masuk melalui LBH Jakarta hingga dikala ini belum sanggup diselesaikan.

"AFPI sudah beberapa kali berkomunikasi dengan LBH Jakarta untuk menuntaskan pengaduan nasabah ini. Namun hingga kini, pihak LBH Jakarta belum juga menunjukkan data dari pengaduan yang dimaksud. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sudah meminta detail pengaduan konsumen terkait, namun hingga dikala ini belum diberikan," kata Kuseryansyah di Kantor APFI, Centennial Tower, Jakarta, Senin (4/2/2019).


Asosiasi sangat menyayangkan, perjuangan baik dari OJK dan pihaknya yang tidak disambut baik oleh LBH Jakarta sebagai pihak peserta laporan tersebut. Kuseryansyah pun meminta semoga LBH Jakarta juga mendengarkan pernyataan dari sisi penyelenggara.

"LBH sebagai forum kredibel harusnya fairness, adil mendengarkan dua sisi yaitu pengadu dan penyelenggara. Dengan tidak adanya data, kami melihat belum ada itikad baik untuk menuntaskan dilema ini," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko menjelaskan, sebagai tindakan preventif, pihaknya telah membentuk komite etik yang akan mengawasi pelaksanaan arahan etik operasional atau code of conduct (CoC) fintech peer to peer (P2P) lending (pendanaan online).


Dengan adanya CoC, pihaknya berharap derma konsumen semakin baik. Sebab penyelenggara P2P lending dihentikan mengakses kontak, riwayat panggilan, dan galeri foto.

"Dan ada juga penetapan biaya pinjaman maksimal pinjaman. Dalam arahan etik itu, AFPI menetapkan total biaya pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8% per hari dengan penagihan maksimal 90 hari," ujarnya.

Selain itu, AFPI juga tengah menyebarkan sentra data fintech P2P yang sanggup mengindikasi peminjam nakal. Jika peminjam tidak melunasi utang dalam 90 hari, akan tercatat pada sentra data fintech sebagai peminjam bermasalah.

Post a Comment

 
Top